Rabu, 17 Juni 2015

Upaya Sekolah Untuk Meningkatkan Percaya Diri Siswa


Sangat sering kita mendengar  ungkapan percaya diri atau PD aja lagi, dibalik ungkapan itu sungguh banyak terkandung  makna yang dapat mengantarkan kita pada kunci kesuksesan.   Percaya diri tidak muncul dengan spontan tetapi ada proses dalam pencapaiannya, rasa percaya diri harus dipupuk supaya dapat berkembang  dengan baik.  Tingkatan percaya diri setiap orang berbeda-beda, ada yang kurang percaya diri, tetapi ada juga yang terlalu percaya diri (over confident), tentunya yang baik adalah percaya diri yang proposional.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan ikut andil besar  dalam menumbuhkan percaya diri, apalagi sekarang ini pemerintah sedang memprogramkan pendidikan karakter dalam kurikulum sekolah di semua tingkatan. Salah satu karakter yang dikembangkan  adalah mandiri, sedangkan mandiri merupakan sikap yang tidak tergantung kepada orang lain dan percaya kepada kemampuan diri sendiri.  Untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa,  sekolah mengupayakan beberapa kegiatan antara lain:
1.        Mengikuti  kegiatan lomba-lomba
Lomba terbagi kedalam dua macam yaitu lomba akademik dan lomba non akademik, pada setiap lomba untuk menang ada faktor yang sangat  penting dan menentukan yaitu faktor percaya diri, jika kepercayadirinya ngedrop saat lomba biasanya sulit untuk berhasil meraih juara pada lomba tersebut. Supaya kadar PD nya meningkat  siswa harus sering mengikuti lomba-lomba.
2.        Memperbanyak kegiatan yang mengasah skill individu siswa.
Dengan mempunyai skill (keterampilan) siswa dapat mengembangkan rasa PD nya, maka dalam proses pembelajaran guru dapat mengasah skill siswa dengan berbagai metode belajar, contohnya siswa membuat karya sederhana yang dikerjakan sendiri tanpa bantuan temannya.
3.        Pemberian tugas individual
Tugas mandiri secara individual akan melatih kita percaya kepada kemampuan sendiri dan tidak tergantung terhadap orang lain. Dengan belajar mandiri kita akan terbiasa memecahkan persoalan, terlepas benar atau salah tugas yang kita kerjakan (bisa dikonsultasikan dengan guru)  yang terpenting adalah sikap PD dalam mengerjakan tugas yang diberikan.
4.        Pendidikan Karakter
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”.
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Allah SWT, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Untuk mencapai siswa yang berkarakter baik atau unggul dalam proses pembelajaran ditanamkan karakter-karakter yang diharapakan.
5.        Penampilan di acara Sabtu Ceria
Di SD Islam Diponegoro Surakarta setiap Sabtu pagi dari jam 07.15 sampai dengan jam 08.00 bertempat di halaman menampilkan kreasi anak mulai dari kelas  1 s/d kelas 6 dan kelas bakat. Adapun tampilan-tampilannya antara lain: hafalan surat pendek, rebana, puisi, menyanyi lagu tradisional dan nasional. Penampilan pada acara ini sangat penting karena dengan seringnya siswa tampil di depan umum akan menambah rasa percaya diri siswa (tidak demam panggung).
Rasa percaya diri pada siswa memegang peranan penting dalam keberhasilan belajar, karena kurang PD dapat menyebabkan siswa tidak bisa mengerjakan soal, tidak mau tampil di depan kelas, malu bertanya kepada guru padahal pelajarannya belum di mengerti, dan bahkan mencontek dilakukan karena tidak PD terhadap kemampuannya

sumber : http://kumengajar.blogspot.com/2012/05/upaya-sekolah-untuk-meningkatkan.html

Strategi 3M untuk Menumbuhkan Minat Membaca Siswa SD”

Salah satu cara untuk menumbuhkan minat membaca anak adalah dengan menggunakan strategi 3M (menyimak, membaca, dan mendongeng). Strategi ini merupakan inovasi dari empat aspek kebahasaan (menyimak, membaca, menulis, dan berbicara). Sehingga selain untuk menumbuhkan minat baca, sekaligus meningkatkan empat aspek kebahasaan siswa. Strategi 3M juga disertai dengan penggunaan media wayang dan rumah pintar serta optimalisasi penggunaan perpustakaan.
Strategi ini diberi nama sebagai strategi 3M karena merupakan singkatan dari Menyimak, Membaca, dan Mendongeng. Pada tahap menyimak, guru menarik perhatian siswa dengan meminta siswa menyimak dongeng yang dibawakannya menggunakan media wayang. Kemudian dilanjutkan membaca mandiri, seluruh siswa ditugaskan membaca buku dongeng dan menuliskan sinopsisnya pada rumah pintar. Tahap terakhir yaitu mendongeng, siswa bertugas sebagai pendongeng sesuai dengan sinopsis yang ia tulis.
Wayang digunakan sebagai tokoh untuk mendongeng. Sedangkan rumah pintar adalah media yang digunakan untuk meletakkan sinopsis yang dibuat oleh siswa. Contoh bentuk wayang dan rumah pintar terdapat dalam lampiran foto.
Dengan strategi 3M ini, diharapkan minat membaca siswa semakin bertambah. Minat membaca yang tinggi, akan mendorong siswa menambah pengetahuannya. Selain itu  dengan penggunaan media wayang dan rumah pintar dapat mengoptimalisasi penggunaan perpustakaan sekolah. Siswa juga akan berlatih ketrampilan menulis dan ketrampilan bercerita.
 
sumber : http://pgsdkampuswates.blogspot.com/2013/06/strategi-3m-untuk-menumbuhkan-minat.html

MENUMBUHKAN MINAT MEMBACA PADA ANAK USIA SEKOLAH

  1. A.    Pengertian Membaca
      Membaca merupakan modal bagi seseorang untuk mempelajari buku dan mencari informasi tertulis. Bagi siswa, membaca juga menjadi modal agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran. Munawir Yusuf (2005:134) menjelaskan “membaca merupakan aktifitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata.” Menurut Tampubolon, membaca pada hakekatnya adalah kegiatan fisik dan mental untuk menemukan makna dari tulisan. Membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulis tetapi juga memahami maknanya.
       Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka anak akan mengalami banyak kesulitan dalam beberapa bidang studi.
      Ada lima tahapan perkembangan membaca, yaitu:
  1. kesiapan membaca
  2. membaca permulaan
  3. ketrampilan membaca cepat
  4. membaca luas
  5.  membaca yang sesungguhnya
       Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar dapat belajar. Kemampuan membaca merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang disampaikan oleh pihak lain melalui tulisan.     Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa membaca merupakan kegiatan yang sangat kompleks yang mencakup aktifitas fisik dan mental untuk mengenal dan memahami makna dari suatu simbol atau tulisan.
      Dikatakan kegiatan fisik, karena bagian tubuh khususnya mata beraktifitas dalam kegiatan membaca. Dikatakan kegiatan mental, karena bagian-bagian pikiran khususnya persepsi, yaitu kemampuan untuk menafsirkan apa yang dilihat sebagai simbol atau kata dan ingatan terlibat didalam kegiatan ini. Beberapa hal yang tercakup dalam pengertian membaca yaitu:
  1. Membaca merupakan suatu proses
Maksudnya ialah informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki olehpembaca mempunyai peran utama dalam membentuk makna.
  1. Membaca merupakan suatu strategis
Maksudnya membaca yang efektif menggunakan berbagai strategi yang sesuai dengan teks yang dibaca.
  1. Membaca merupakan suatu interaktif
Maksudnya keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks.
      Berdasarkan subtansinya pengertian membaca dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
  1. Pengertian sederhana, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses pengenalan simbol-simbol tertulis bermakna.
  2. Pengertian agak luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses memahami bacaan.
  3. Pengertian luas, yaitu pengertian yang memandang membaca sebagai proses mengolah bacaan yaitu proses memaknai bacaan secara mendalam.

  1. B.     Perlunya Membaca Sejak Dini
      Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan kunci dalam memberikan bekal kepada anak. Orang tua terutama Ibu sebagai madrasah pertama bagi seorang anak, memiliki peran sangat penting dalam masalah ini. Jiwa anak harus diisi dengan hal-hal yang positif sejak dini.
       Saat ini kita tidak heran melihat anak-anak kecil mampu memainkan HP, Play Station, Game Online, Game Internet/Facebook dan lain-lain. Teknologi baru dan gadget-gadget bermunculan seakan-akan kalau tidak mengikuti akan ketinggalan jaman. Padahal jika orang tua tidak memantau, bisa jadi Game yang dimainkan dan internet yang dibuka berisikan konten-konten negatif seperti kekerasan, pornografi dll. Belum lagi acara TV yang banyak diisi hiburan dan mempertontonkan gaya hidup hedonis para selebriti.
      Tayangan TV dan Game kekerasan seperti ini akan membuat anak-anak menjadi gampang marah, tersinggung serta tersulut emosinya. Otak menjadi pasif, daya nalar berkurang dan cara berkomunikasi menjadi juga kurang baik.  Jangankan diminta untuk membuat tulisan, berbicara dan mengemukakan pendapat saja mereka susah memilih kosa kata. Anak-anak menjadi tidak pernah terlatih untuk menggunakan kosa kata
      Berbeda ketika anak sedang membaca, maka secara refleks otak menjadi beraktivitas dan berpikir. Membaca memperluas cakrawala, menambah ilmu pengetahuan, serta meningkatkan daya ingat.  Membaca dapat memicu otak untuk menyerap informasi, memahami, lalu bahkan memecahkan suatu masalah. Semakin banyak informasi yang diserap semakin baik untuk membantu kefasihan dalam bertutur kata. Membaca bisa dikatakan sebagai kebutuhan dasar bagi manusia. Bahkan perintah pertama yang turun dalam Al-Quran adalah perintah membaca “Bacalah dengan Nama Tuhanmu yang Menciptakan”  (Q.S. Al. Alaq).
      Suatu masyarakat akan menjadi maju, jika dalam kehidupannya ditunjang dengan adanya budaya baca yang tinggi. Ahli ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin ada tanpa melalui membaca. Membaca tidak hanya melalui bahan bacaan yang tercetak saja, melaikan juga melalui media elektronik. Karena itu, budaya menbaca perlu ditumbuhkembangkan. Tidak hanya anak saat memasuki usia sekolah, melainkan sejak bayi masih berada dalam kandungan. Namun, karena belum bisa membaca, ibulah yang membacakan cerita pada bayi, yang diharapkan melalui cara membacakan cerita, akan mengalir kebiasaan baik kelak pada anak tersebut.
      Dalam konteks ini, Abigail van Buren mengatakan, “Richer than I you never be, for I had a mother who read to me. –Anda tidak pernah kaya dari saya, sebab saya punya ibu yang membacakan buku bagi saya”.
      Pada kenyataannya, membaca sebagai pelajaran baru dikenalkan di Taman Kanak-Kanak. Meskipun sebagian orang tua dan pendidik tidak setuju dengan pelajaran membaca di TK, nampaknya orang tua menuntut anaknya yang dititipkan untuk dididik di TK sudah dapat membaca. Sebab, kemampuan membaca akan langsung dipakai di SD, bahkan sudah ditekankan untuk bisa membaca.
      Tingkat membaca masyarakat Indonesia akan semakin berkembang, seiring dengan pemahaman pentingnya membaca dan latihan yang terus menerus. Jika manusia adalah makhluk pembelajar, maka kecepatan membaca orang Indonesia yang berkisar antara 150-300 KPM pasti meningkat berbanding lurus dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
     Dengan membaca buka yang bermutu, seseorang akan memiliki keunggulan komparatif dibanding orang yang tidak membaca. Selain itu, dengan membaca, orang lebih terbuka cakrawala pemikirannya. Dengan dan melalui bacaan, seseorang berkesempatan melakukan refleksi dan meditasi, sehingga budaya membaca lebih terarah kepada budaya intelektual daripada budaya hiburan yang dangkal. Karena itu, para pakar menyimpulkan, untuk membangun masyarakat yang beradab dan maju, maka budaya baca perlu ditumbuhkan.
      Hal inilah yang mendasari,mengapa budaya membaca terus menerus dikumandangkan baik oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat,tokoh masyarakat,pendidik,agamawan,hingga orang yang peduli pada kemajuan peradapan.
      Buku yang bermutu menjadi sarana belajaryang paling berpengaruh. Seperti yang dicatat dalam Ensiklopedia Indonesia.
Buku ialah alatkomunikasi berjangka waktu panjang dan mungkin sarana komunikasi yang paling berpengaruh pada perkembangan kebudayaan dan peradapan umat manusia. Dalam buku dipusatkan dan dikumpulkan hasil pemikiran dan pengalaman manusia daripadasarana komunikasi lainnya. Sebagai alat pendidikan, buku berpengaruh pada anak didik daripada sarana lainnya (Ensiklopedia Indonesia, hal.538-539).
      Dalam sejarah proses transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, membaca menjadi keniscayaan. Keterampilan membaca secara kritis menjadi modal dasar untuk menganalisis, mengevaluasi, menyintesiskan bahan bacaan. Dengan membaca, pemikiran terbuka untuk melihat antarhubungan ide-ide dan menggunakannya sebagai salah satu tujuan dari membaca.
      Banyak manfaat yang bisa kita ambil dari membaca. Seperti kesaksian dan pengalaman seorang tokoh yang memberikan tekanan, betapa membaca menjadi keharusan untuk membangun dan bersaing diberbagai bidang. Alfin Toffler mengemukakan “The illiterate of the future will not be the person who cannot read. It will be a person who does not know how to learn”.(Di masa yang akan datang, orang yang buta huruf bukan semata-mata orang yang tidak dapat membaca. Yang paling celaka, dia akan menjadi orang yang tidak tahu bagaimana caranya belajar).


  1. C.    Menumbuhkan Minat Membaca
     Masalah minat baca sampai saat ini masih menjadi tema yang cukup aktual. Tema ini sering dijadikan topik pertemuan ilmiah dan diskusi oleh para pemerhati dan para pakar yang peduli terhadap perkembangan minat baca di Indonesia. Namun, hasil dari pertemuan-pertemuan ilmiah tersebut belum memberikan suatu rekomendasi yang tepat bagi perkembangan yang signifikan terhadap minat baca masyarakat.
      Permasalahan yang dirasakan oleh bangsa Indonesia sampai saat ini, adalah adanya data berdasarkan temuan penelitian dan pengamatan yang menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia relatif sangat rendah. Ada beberapa indikator yang menunjukkan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Rendahnya budaya membaca ini juga dirasakan pada pelajar dan mahasiswa. Perpustakaan di sekolah/kampus yang ada jarang dimanfaatkan secara optimal oleh siswa/mahasiswa. Demikian pula perpustakaan umum yang ada di setiap kota/kabupaten yang tersebar di nusantara ini, pengunjungnya relatif tidak begitu banyak.
       Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum mempunyai budaya membaca. Sehingga wajar apabila Indeks Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia juga rendah.
      Upaya menumbuhkan minat baca bukannya tidak dilakukan. Pemerintah melalui lembaga yang relevan telah mencanangkan program minat baca. Hanya saja yang dilakukan oleh pemerintah maupun institusi swasta untuk menumbuhkan minat baca belum optimal. Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara tetangga, perlu menumbuhkan minat baca sejak dini, sejak mereka mulai dapat membaca. Dengan menumbuhkan minat baca sejak anak-anak masih dini, diharapkan budaya membaca masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan.
      Bacaan yang kurang memikat dan minimnya sarana perpustakaan sekolah menjadi faktor utama penyebab minat baca siswa rendah. Sementara itu, sekolah tidak selalu mampu menumbuhkan kebiasaan membaca bagi para siswanya. Dengan kondisi kualitas buku pelajaran yang memprihatinkan, padatnya kurikulum, dan metode pembelajaran yang menekankan hafalan materi justru membunuh minat membaca. Menurut Prof. Dr. Riris K. Toha Sarumpaet, Guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia ini melihat, sekolah tidak memadai sebagai tempat untuk menumbuhkan minat baca anak didik. Hal ini, menurut dia, tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum yang terlalu padat membuat siswa tidak punya waktu untuk membaca. Riris mengemukakan bahwa siswa terlalu sibuk dengan pelajaran yang harus diikuti tiap hari. Belum lagi harus mengerjakan PR.
      Oleh karena itu, solusi terbaik dalam membuka jalan pikiran seorang siswa agar mereka mempunyai wawasan yang luas, adalah dengan cara membaca. Agar siswa dapat membaca buku, maka kepada mereka perlu disediakan bahan bacaan yang cukup koleksinya. Oleh karena itu, perpustakaan merupakan wacana baca yang mampu menyediakan beragam buku baik fiksi nonfiksi, referensi, atau nonbuku seperti majalah, koran, kaset serta alat peraga, wajib dimiliki setiap sekolah.
      Aktivitas membaca akan dilakukan oleh anak atau tidak sangat ditentukan oleh minat anak terhadap aktivitas tersebut. Di sini nampak bahwa minat merupakan motivator yang kuat untuk melakukan suatu aktivitas.
      Secara umum minat dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mencari ataupun mencoba aktivitas-aktivitas dalam bidang tertentu. Minat juga diartikan sebagai sikap positif anak terhadap aspek-aspek lingkungan. Ada juga yang mengartikan minat sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan menikmati suatu aktivitas disertai dengan rasa senang. Meichati (1972) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melalukan suatu aktivitas.
      Aspek minat terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat dari obyek tersebut. Aspek afektif nampak dalam rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut.
      Membaca adalah proses untuk memperoleh pengertian dari kombinasi beberapa huruf dan kata. Juel (1988) mengartikan bahwa membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan. Hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan.
      Secara operasional Lilawati (1988) mengartikan minat membaca anak adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap kegiatan membaca sehingga mengarahkan anak untuk membaca dengan kemauannya sendiri. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, kesadaran akan manfaat membaca, frekuensi membaca dan jumlah buku bacaan yang pernah dibaca oleh anak. Sinambela (1993) mengartikan minat membaca adalah sikap positif dan adanya rasa keterikatan dalam diri anak terhadap aktivitas membaca dan tertarik terhadap buku bacaan. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca.
      Berdasar pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa minat membaca adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan, merasa tertarik dan senang terhadap aktivitas membaca sehingga mereka mau melakukan aktivitas membaca dengan kemauan sendiri. Aspek minat membaca meliputi kesenangan membaca, frekuensi membaca dan kesadaran akan manfaat membaca.
      Minat membaca perlu ditanamkan dan ditumbuhkan sejak anak masih kecil sebab minat membaca pada anak tidak akan terbentuk dengan sendirinya, tetapi sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang diperoleh dari lingkungan anak. Keluarga merupakan lingkungan paling awal dan dominan dalam menanamkan, menumbuhkan dan membina minat membaca anak. Orang tua perlu menanamkan kesadaran akan pentingnya membaca dalam kehidupan anak, setelah itu baru guru di sekolah, teman sebaya dan masyarakat.
      Mulyani (1978) berpendapat bahwa tingkat perkembangan seseorang yang paling menguntungkan untuk pengembangan minat membaca adalah pada masa peka, yaitu sekitar usia 5-6 tahun. Kemudian minat membaca ini akan berkembang sampai dengan masa remaja.
      Minat membaca pertama kali harus ditanamkan melalui pendidikan dan kebiasaan keluarga pada masa peka tersebut. Anak usia 5-6 tahun senang sekali mendengarkan cerita. Mula-mula mereka tertarik bukan pada isi ceritanya, tetapi pada kenikmatan yang diperoleh dalam kedekatannya dengan orang tua. Ketika duduk bersama atau duduk di pangkuan orang tua, anak merasakan adanya kasih sayang dan kelembutan. Suasana yang menyenangkan dan didukung oleh buku cerita yang penuh gambar-gambar indah akan membuat anak menjadi tertarik dan senang menikmati cerita dari buku. Melalui proses imitasi, anak akan suka menirukan aktivitas membacakan cerita yang dilakukan oleh orang tuanya. Peniruan ini akan semakin diulang bila anak juga sering melihat orang tua melakukan aktivitas membaca. Anak akan meniru gaya dan tingkah laku orang tua dalam membaca. Kemudian setelah anak mampu membaca sendiri, maka ia akan senang sekali mempraktekkan kemampuan membacanya dengan membaca sendiri buku-buku yang tersedia di rumah. Kemauan untuk membaca buku atas inisiatif diri sendiri ini adalah awal tumbuhnya minat membaca anak. Perkembangan selanjutnya dari minat membaca ini dipengaruhi oleh beberapa faktor.
      Menurut Purves dan Beach di dalam Harris dan Sipay (1998), ada dua kelompok besar faktor yang mempengaruhi minat membaca anak, yaitu:
  1. Faktor personal
Faktor personal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri anak, yaitu meliputi usia, jenis kelamin, inteligensi, kemampuan membaca, sikap dan kebutuhan psikologis.
  1. Faktor institusional
Faktor institusional adalah faktor-faktor di luar diri anak, yaitu meliputi ketersediaan jumlah buku-buku bacaan dan jenis-jenis bukunya, status sosial ekonomi orang tua dan latar belakang etnis, kemudian pengaruh orang tua, guru dan teman sebaya anak.
      Ada perbedaan minat anak terhadap buku bila ditinjau dari usia kronologis anak.
  1. Menurut Ediasari (Ayahbunda, 1983), berpendapat bahwa:
    1. Pada usia 2-6 tahun, anak-anak menyukai buku bacaan yang didominasi oleh gambar-gambar yang nyata.
    2. Pada usia 7 tahun, anak menyukai buku yang didominasi oleh gambar-gambar dengan bentuk tulisan besar-besar dan kata-kata yang sederhana dan mudah dibaca. Biasanya pada usia ini anak sudah memiliki kemampuan membaca permulaan dan mereka mulai aktif untuk membaca kata.
    3. Pada usia 8-9 tahun, anak-anak menyukai buku bacaan dengan komposisi ganbar dan tulisan yang seimbang. Mereka biasanya sudah lancar membaca, walaupun pemahaman mereka masih terbatas pada kalimat singkat dan sederhana bentuknya.
    4. Pada usia 10-12 tahun, anak lebih menyukai buku dengan komposisi tulisan lebih banyak daripada gambar. Pada usia ini kemampuan berpikir abstrak dalam diri anak mulai berkembang sehingga mereka dapat menemukan intisari dari buku bacaan dan mampu menceritakan isinya kepada orang lain.

  1. Menurut Munandar (1986), berpendapat bahwa:
    1. Pada usia 3-8 tahun, anak menyukai buku cerita yang berisi mengenai binatang dan orang–orang di sekitar anak. Pada masa ini anak bersikap egosentrik sehingga mereka menyukai isi cerita yang berpusat pada kehidupan di seputar dirinya. Mereka juga menyukai cerita khayal dan dongeng.
    2.  Pada usia 8-12 tahun, anak menyukai isi cerita yang lebih realistik.
     Ada perbedaan minat anak terhadap buku bila ditinjau dari sifat dan tema cerita pada anak laki-laki dan perempuan.
Menurut munandar menyatakan bahwa:
  1. Anak  laki-laki lebih menyukai buku cerita mengenai pertualangan, kisah perjalanan yang seram dan penuh ketegangan, cerita kepahlawanan, dan cerita humor.
  2. Anak perempuan menyukai buku cerita dengan tema kehidupan keluarga dan sekolah.

      Faktor institusional memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan minat membaca anak. Keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi, mampu menggunakan tingkat pendidikannya yang tinggi untuk memperoleh informasi mengenai buku-buku yang perlu untuk perkembangan kognitif dan afektif anak. Didukung oleh penghasilan mereka yang cukup tinggi, maka orang tua dapat menyediakan buku-buku bacaan untuk anak dengan jenis yang beragam.
      Slavin (1998) menemukan ada perbedaan aktivitas orang tua dalam membimbing anak antara keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi dengan status sosial ekonomi rendah.
      Orang tua dengan status sosial ekonomi tinggi memiliki harapan tinggi terhadap keberhasilan anak di sekolah dan mereka sering memberi penghargaan terhadap pengembangan intelektual anak. Mereka juga mampu menjadi model yang bagus dalam berbicara dan aktivitas membaca. Orang tua sering membaca bersama anak, memberika pujian kepada anak saat anak membaca buku atas inisiatif sendiri, membawa anak ke toko buku dan mengunjungi perpustakaan dan mereka menjadi model bagi anak dengan lebih sering memanfaatkan waktu luang untuk membaca.
      Orang tua dengan status sosial ekonomi rendah sering memberi contoh negatif dalam berbicara, terutama saat mereka bertengkar karena keterbatasan keuangan keluarga. Mereka juga jarang memuji anak ketika anak membaca, bahkan orang tua memiliki pengharapan rendah terhadap keberhasilan sekolah anak sehingga mereka tidak mau terlibat untuk membantu pekerjaan rumah anak atau tugas sekolah yang lain. Akibat selanjutnya anak menjadi tidak berprestasi di sekolah dan hal ini menambah tekanan keluarga ketika orang tua dipanggil ke sekolah untuk mempertanggungjawabkan kegagalan pendidikan anak. Nampak bahwa keluarga dengan status sosial ekonomi rendah mengalami stres yang tinggi.
      Menumbuhkan minat baca untuk anak usia prasekolah berbeda dengan usia anak sekolah. Untuk anak usia sekolah, lebih baik diberikan cerita yang tokohnya nyata. Berikut ini yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat baca anak usia sekolah:
  1. Ajak anak ke toko buku, biarkan ia memilih sendiri buku yang ia inginkan. Tentunya dengan batasan yang Anda dan dia sepakati bersama.
  2. Ciptakan “perpustakaan” keluarga. Tak perlu terlalu mewah atau megah. Cukup dibuat nyaman dan memungkinkan keluarga untuk mencari buku yang disukai tanpa kesulitan, supaya bisa dibaca kembali.
  3. Hilangkan penghambat, seperti games, televisi, komputer, atau perangkat yang bisa mengalihkan keinginan anak untuk membaca.
  4. Ajarkan si anak untuk menyisihkan uang jajannya agar bisa digunakan untuk membeli buku.
  5. Berikan ide kepada anak untuk membentuk kelompok teman yang bisa saling menukar buku bacaan.
  6. Saat tahu si anak akan pergi ke tempat jauh atau yang berisiko membuatnya menghabiskan waktu menunggu lama, seperti saat berkunjung ke dokter, bawakan ia buku bacaan.
  7. Ciptakan kebiasaan untuk mendiskusikan tentang topik yang dibaca bersama-sama.


  1. D.    Pengaruh dari Bacaan
      Buku adalah gudang ilmu. Untuk itu, kenalkan buku pada si buah hati sedini mungkin. Agar hasilnya maksimal, pilihlah buku yang sesuai dengan usia buah hati.
       Hampir semua orang mengetahui manfaat sebuah buku. Selain sebagai sumber pengetahuan, buku juga membuat pikiran dan wawasan terbuka. Hal itu tidak saja berlaku bagi orang dewasa, anak-anak pun akan mendapatkan manfaat yang sama jika diajarkan membaca buku yang cocok dan sesuai dengan perkembangan jiwanya. Banyak sekali jenis buku dijual di toko buku hingga kaki lima.Beragam pilihan buku pun bisa didapat secara mudah. Namun, jangan sampai kemudahan dan semua fasilitas itu membuat anak-anak menjadi rusak karena membaca buku yang tidak sesuai usia. Jika itu terjadi, anak akan mengalami kecenderungan berfantasi seperti apa yang telah dibacanya.
      Itu akan semakin buruk jika yang dibaca adalah buku-buku yang mengandung nilai kekerasan, pornografi, atau buku yang bernuansa menyesatkan. Misalnya kartun, tetapi dengan jalan cerita orang-orang dewasa.
      Mengatasi masalah bacaan pada anak, memang tidak mudah, apalagi untuk mengawasinya. Bisa saja anak yang di rumah terlihat alim dan penurut, tetapi di lingkungan permainan atau di sekolah anak mendapatkan buku-buku yang tidak sesuai dengan usia.
      Terdapat sebuah buku yang secara khusus berkisah tentang bagaimana buku bisa mempengaruhi orang. Judulnya Read and Grow Rich yang ditulis Bunke Hedges. Dikisahkan di dalamnya, bagaimana buku mempengaruhi kehidupan dan pribadi orang. Dengan membaca, seseorang terbuka wawasannya, mata, dan fikirannya. Dari membaca, seseorang mendapat ide-ide baru yang jika dilaksanakan akan mendatangkan keuntungan.
      Sejauh mana buku dapat mempengaruhi kehidupan, tentu setiap orang mempunyai pengalaman sendiri-sendiri. Ada orang yang hanya sekali membaca, buku itu langsung mempengaruhinya. Namun, ada pula orang yang telah membaca sekian banyak buku, perilakunya tetap masih sama dengan yang kemarin.
      Buku bisa menjadi guru. Tetapi juga bisa menjadi tidak berarti. Sebagaimana guru manusia, guru buku pun tidak akan memberi makna apa-apa, kalau tidak hendak dimaknai.
      Terdapat 10 tulisan berupa bacaan yang pernah mempengaruhi kehidupan pribadi pembaca, yakni diantaranya:
  1. Kitab suci agama
Fakta menunjukkan, banyak penganut agama yang dapat terpengaruh oleh adanya kitab suci. Sehingga apa pun yang dicatat dalam kitab, pasti akan diyakini dan dituruti.
  1. Pemikiran para filsuf Yunani kuna (350-450 SM)
Pemikiran ini diabadikan dalam bentuk tulisan yang berupa ilmu pengetahuan dan teknologi. Hingga saat ini pengaruhnya masih kuat serta belum ada yang menandinginya.
  1. Magna charta (1215)
Pakta yang ditandatangani oleh raja Yohanes yang berisi mengenai hak-hak asasi manusia ini, hingga kini masih mempengaruhi umat manusia, terutama bangsa kita sendiri yang telah menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
  1. Kitab gutenberg atau Injil 42 baris (1440)
Kitab ini menjadi lompatan raksasa karena  sejak itu berkembang pesat teknologi percetakan dan penerbitan yang mempengaruhi kehidupan umat manusia di seluruh dunia ini.
  1. Keberatan atau 95 dalil Luther
Lither menempel 95 dalil (keberatannya) pada Paus Leo X di depan pintu gereja Wittenberg. Inilah cikal bakal majalah dinding dan pers.
  1. Karya sastra dan soneta William Shakespeare (1564-1616)
Karya ini menjadi inspirasi dan mencerahkan umat manusia. Shakespeare menghidupkan kembali tradisi sastra dan filsafat yang ribuan tahun sebelumnya hidup di tanah Yunani. Bahwa, sastra dapat menjadi media atau sarana pendidikan dan sekaligus akan diperoleh hiburan.
  1. Declaration of Independence (1776)
Pada 4 Juli 1776, di Philadelphia diratifikasikansebuah dokumen penting mengenai kemerdekaan. Thomas Jefferson mendeklarasikan bahwa setiap warga Amerika:
We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalineable rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness.
  1. Konstitusi dan bill of rights Amerika Serikat (1787-1791)
  2. Manifesto komunis (1848)
Karl Marx dan Friederich Engels meletakkan platform bagi teori komunis-sosialistis. Dokumen ini yang membawa pengaruh komunis dan menyebar ke berbagai penjuru dunia.
  1. Mein Kampf (1927)
Mein kampf berarti perjuangan dan pergulatan, yakni karya tulis yang merupakan kristalisasi pemikiran Adolf Hitler. Pesan tulisan ini, bahwa masyarakat dapat menolong dan membebaskan diri dengan membenci orang lain. Sehingga terjadi pembantaian yang hebat di jerman pada masa itu.


  1. E.     Faktor bagi Siswa Sekolah Dasar dalam Kegaitan Membaca
      Menurut chauhan (1978), menjelaskan bahwa di dalam kegiatan membaca khususnya untuk siswa Sekolah Dasar memiliki beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, terutama dalam minat anak membaca. Faktor-faktor itu antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Perkembangan fisik
      Perkembangan fisik ini, merupakan hal yang sangat penting dalam memutuskan perkembangan minat membaca. Seseorang yang secara fisik mengalami kebutaan atau kecacatan pada matanya akan berpengaruh pada ketertarikannya terhadap aktifitas membaca.
  1. Perbedaan sex atau jenis kelamin
      Ada perbedaan yang besar antara minat membaca pada anak perempuan dan laki-laki. Perbedaan itu disebabkan adanya perbedaan fisiologis dan pengaruh budaya, serta level pendidikan dan kondisi lingkungan.
      Disini, lingkungan menentukan aturan penting dalam memutuskan minat membaca seseorang, misalnya saja lingkungan rumah yang kondusif dan memberikan banyak contoh serta stimulus sehingga seseorang akan memiliki kebiasaan membaca.
  1. Status sosial-ekonomi
Kondisi keluarga juga menentukan dalam pembentukan minat membaca pada seseorang. Seseorang yang berasal drai kuluarga dengan status ekonomi menengah ke atas dapat memberikan fasilitas dan stimulus bahan-bahan bacaan yang dapat merangsang minat membaca pada anak.
      Menurut Hurlock (1993), juga menjelaskan bahwa di dalam kegiatan membaca terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi minat  anak pada umumnya:
  1. Minat tumbuh bersamaan dengan perkembangan mental
      Minat cenderung berubah seiring dengan perubahan fisik dan mental. Ketika pertumbuhan mulai berhenti dan level perkembangan sudah tercapai, minat akan menjadi stabil. Minat membaca pun tumbuh bersamaan dengan perkembangan mental, jenis bacaan yang dibaca seseorang pun akan berubah seiring dengan level perkembangan dan kematangan pribadi.
  1. Minat bergantung pada kesiapan belajar
      Minat membaca juga bergantung pada kesiapan belajar, minat membaca dapat semakin kuat apabila seorang anak sudah memiliki kemampuan membaca. Untuk memiliki kemampuan membaca seorang anak haruslah siap secara fisik (mata yang normal, otak yang sempurna), sehingga proses pengenalan dan perangkaian huruf menjadi kata dan kalimat dapat dilakukan serta kesiapan mental, yakni mampu menangkap makna dan maksud dari rangkaian huruf dan kata.
  1. Minat tergantung pada kesempatan untuk belajar
      Kesempatan untuk belajar bergantung pada lingkungan dan minat, baik anak-anak maupun dewasa, yang menjadi bagian dari lingkungan anak. Karena lingkungan anak kecil sebagian besar terbatas pada rumah, minat mereka tumbuh dari rumah  sehingga kesempatan pertama untuk belajar berasal dari rumah dan lingkungan rumah merupakan reinforcement awal.  Minat membaca salah satu contoh paling relevan, dimana lingkungan rumah merupakan stimulus paling awal dan tempat belajar utama bagi seseorang anak untuk belajar membaca dan mempertahankannya dan kemudian dapat menjadi sebuah kebiasaan.
  1. Ketidakmampuan fisik dan mental serta pengalaman sosial yang terbatas
Seseorang anak yang cacat indra penglihatannya akan membatasi seseorang tersebut untuk membaca.
      Minat dipengaruhi oleh bobot emosi. Ketidaksenangan emosi akan melemahkan minat dan kesenangan emosi yang mendalam akan menguatkan minat. Seseorang yang telah menemukan manfaat dari kegiatan membaca, akan menimbulkan reaksi positif yang akan membuat orang tersebut ingin mengulanginya lagi dan lagi, sehingga kesenagan emosi yang mendalam pada aktivitas membaca akan menguatkan minat membaca.
      Minat adalah sifat egosentris dikeseluruhan masa anak-anak, seorang anak yang sangat yakin dengan membaca akan membuatnya memiliki kekayaan wawasan dan kecerdasan dalam menyikapi hidup akan terus menerus melakukan aktivitas membaca sampai dewasa.
      Elliot dkk (2000), menjelaskan bahwa minat berperan penting dalam proses belajar mengajar, dan minat harus terus terpelihara, termasuk salah satunya adalah minat membaca. Elliot dkk (2000), juga menjelaskan bahwa untuk dapat memperoleh minat siswa dalam proses pembelajaran diperlukan sebuah stimulus yaitu dengan strategi yang berorientasi curiosity atau teknik mengembangkan dan memfasilitasi curiosity siswa, dengan demikian untuk memperoleh dan menumbuhkan minat membaca pada siswa diperlukan adanya pengembangan dan pemfasilitasan curiosity. Pendapat Elliot dkk diperkuat oleh pendapat Smith dan Dechant (1961), bahwa curiosity dan gejala untuk bereksplorasi akan membuat seseorang memperoleh minat, termasuk minat membaca.

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

  1. A.    KESIMPULAN
      Membaca merupakan modal bagi seseorang untuk mempelajari buku dan mencari informasi tertulis. Bagi siswa, membaca juga menjadi modal agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran. Munawir Yusuf (2005:134) menjelaskan “membaca merupakan aktifitas auditif dan visual untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf atau kata.”
      Pendidikan di lingkungan keluarga merupakan kunci dalam memberikan bekal kepada anak. Orang tua terutama Ibu sebagai madrasah pertama bagi seorang anak, memiliki peran sangat penting dalam masalah ini. Jiwa anak harus diisi dengan hal-hal yang positif sejak dini.
      Berbeda ketika anak sedang membaca, maka secara refleks otak menjadi beraktivitas dan berpikir. Membaca memperluas cakrawala, menambah ilmu pengetahuan, serta meningkatkan daya ingat.  Membaca dapat memicu otak untuk menyerap informasi, memahami, lalu bahkan memecahkan suatu masalah. Semakin banyak informasi yang diserap semakin baik untuk membantu kefasihan dalam bertutur kata.
      Dengan membaca buka yang bermutu, seseorang akan memiliki keunggulan komparatif dibanding orang yang tidak membaca. Selain itu, dengan membaca, orang lebih terbuka cakrawala pemikirannya. Dengan dan melalui bacaan, seseorang berkesempatan melakukan refleksi dan meditasi, sehingga budaya membaca lebih terarah
kepada budaya intelektual daripada budaya hiburan yang dangkal. Karena itu, para pakar menyimpulkan, untuk membangun masyarakat yang beradab dan maju, maka budaya baca perlu ditumbuhkan.
      Aspek minat terdiri dari aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan berpusat pada manfaat dari obyek tersebut. Aspek afektif nampak dalam rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut.
faktor yang mempengaruhi minat membaca anak, yaitu:
  1. Faktor personal
  2. Faktor institusional
     Beragam pilihan buku pun bisa didapat secara mudah. Namun, jangan sampai kemudahan dan semua fasilitas itu membuat anak-anak menjadi rusak karena membaca buku yang tidak sesuai usia.
      Buku bisa menjadi guru. Tetapi juga bisa menjadi tidak berarti. Sebagaimana guru manusia, guru buku pun tidak akan memberi makna apa-apa, kalau tidak hendak dimaknai.
      Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam minat anak membaca antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Perkembangan fisik
  2.  Perbedaan sex atau jenis kelamin     
  3. Status sosial-ekonomi
   

  1. B.     SARAN
      Berdasarkan butir-butir simpulan tersebut di atas, maka dapatlah dikemu-kakan saran-saran untuk menumbuhkan minat baca sejak anak usia dini sebagai berikut ini:
  1. Perlu digalakkan event-event atau kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuhkan minat baca di masyarakat luas. Seperti dalam acara Hari Buku Nasional, Hari Kunjungan Perpustakaan, sampai berbagai pameran dan bazar buku (book fair) di tingkat lokal maupun nasional. Seiring dengan adanya globalisasi informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan, sudah saatnya kita melebarkan aktivitas kita dalam dunia perbukuan dengan ikut berpartisipasi melakukan perayaan buku berskala internasional agar lebih menggaungkan buku dan literasi di tengah masyarakat Indonesia.
  2. Perlunya partisipasi organisasi-organisasi non-pemerintah. Sebuah organisasi kemasyarakatan tersebut akan berupaya dalam membuka ruang partisipasi seluas-luasnya kepada masyarakat dalam penguatan budaya  baca dan juga dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya buku di berbagai kalangan.
  3. Orang tua dapat menjadi contoh di rumah dengan membiasakan membaca apa saja (koran, majalah, tabloid, buku, dsb.), menyediakan bahan-bahan bacaan yang menarik dan mendidik, mengajak anak berkunjung ke pameran buku sesering mungkin dan memasukkan anak menjadi anggota perpustakaan.
  4. memperbanyak jumlah perpustakaan secara merata di setiap kota/kabupaten di Indonesia dengan koleksi bahan pustaka yang mencukupi untuk kebutuhan masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa.
  5. Perlu adanya partisipasi semua lapisan mamsyarakat, pemerintah, LSM, masyarakat pecinta buku, Depdiknas serta asosiasi penerbit, pustakawan, toko buku dan para pemerhati masalah buku dan minat baca untuk menyelengga-rakan kegiatan yang dapat menggugah gairah minat baca masyarakat. Sehingga budaya membaca menjadi sebagian budaya masyarakat Indonesia. Lomba bercerita bagi anak-anak SD dinilai cukup efektif sebagai upaya meningkatkan minat baca, karena dilihat dari penampilan peserta cukup bagus dan lancar, karena disamping membaca peserta juga langsung bercerita. 


sumber : https://patmikumalasari.wordpress.com/2014/01/11/cara-menumbuhkan-minat-baca-pada-anak-usia-sekolah/
Karakteristik Peserta Didik Usia Sekolah Dasar

Perkembangan Intelektual
Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan menghitung).
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak,maka sekolah dalamhal ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan oleh guru, membuat karangan, menyusun laporan.
Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikirandan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
  1. Proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
  2. Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak
Dengan dibekali pelajaran bahasa di sekolah, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk :
  1. Berkomunikasi dengan orang lain
  2. Menyatakan isi hatinya
  3. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya
  4. Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat)
  5. Mengambangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.

Perkembangan Sosial
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain).
Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosila ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung jawab.

Perkembangan Emosi
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan emosinya sangatlah berpengaruh pada anak.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
  1. Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan
  2. Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri
  3. Memberikan nilai secara objektif
  4. Menghargai hasil karya peserta didik

Perkembangan Emosional
Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.

Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagaiberikut
Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
  1. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
  2. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
  3. Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya.

Perkembangan Motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang maka perkembangan motorik anak sudah terkoordinasi dengan baik.
Sesuai dengan perkembangan fisik (motorik) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat diajarkan :
  1. Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar
  2. Keterampilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga
  3. Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dsb.
Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban dan kedisiplinan.
 
sumber : http://persadapendidikan.blogspot.com/2011/05/karakteristik-peserta-didik-usia.html
Abstrak

Secara rasional bahwa pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, berkaitan dengan pernyataan tersbut maka asesmen penting dilakukan oleh guru, karena mengetahui kemampuan, hambatan maupun kebutuhan Peserta Didik tidak cukup hanya hasil dari pengamatan saja, tetapi harus dicari dan ditemukan akar permasalahan yang sebenarnya secara komprehensif. Semua siswa memiliki hak untuk belajar dan memperoleh pendidikan yang berkualitas tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa, atau kondisi lainnya, termasuk siswa berbakat, dan siswa yang mengalami gangguan kecerdasan. Hal ini sesuai dengan yang ditetapkan dalam Konvensi Hak Anak yang telah ditanda tangani oleh hampir semua negara di dunia. Setiap guru diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang keberagaman kondisi peserta didik agar dapat memberikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan keunikan peserta didik. Mengajar siswa dengan keberagaman latar belakang merupakan sebuah tantangan. Kondisi tersebut mendorong guru untuk terus-menerus belajar memahami siswa melalui pengamatan, berbagi pengalaman, membaca buku, dan menggali berbagai informasi dari berbagai sumber.

Kata Kunci: Karakteristik, Peserta didik, Anak berkebutuhan Khusus
A.    KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun. Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik anak.
Menurut Erikson perkembangan psikososial pada usia enam sampai pubertas, anak mulai memasuki dunia pengetahuan dan dunia kerja yang luas. Peristiwa penting pada tahap ini anak mulai masuk sekolah, mulai dihadapkan dengan tekhnologi masyarakat, di samping itu proses belajar mereka tidak hanya terjadi di sekolah.

Sedang menurut Thornburg (1984) anak sekolah dasar merupakan individu yang sedang berkembang, barang kali tidak perlu lagi diragukan kebenarannya. Setiap anak sekolah dasar sedang berada dalam perubahan fisik maupun mental mengarah kepada yang lebih baik. Tingkah laku mereka dalam menghadapi lingkungan sosial maupun non sosial meningkat. Anak kelas empat, memilki kemampuan tenggang rasa dan kerja sama yang lebih tinggi, bahkan ada di antara mereka yang menampakan tingkah laku mendekati tingkah laku anak remaja permulaan.

Menurut Piaget ada lima faktor yang menunjang perkembangan intelektual yaitu : kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), penyalaman logika matematika (logical mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan proses keseimbangan (equilibriun) atau proses pengaturan sendiri (self-regulation ) Erikson mengatakan bahwa anak usia sekolah dasar tertarik terhadap pencapaian hasil belajar.

Belajar berkaitan dengan kognitif dan kecerdasan. Kognitif adalah suatu kemampuan yang unik dari individu mengenai pengetahuan yang bersumber dari pengalaman, yang dapat disajikan kembali (Recall) ketika dibutuhkan untuk menjawab tantangan lingkungan, sesuai dengan pendapat para ahli, diantaranya pendapat Jean Piaget (1954), Piaget menyatakan bahwa ketika seorang anak mulai membangun pemahamannya tentang dunia, otak yang berkembangan membentuk Skema kemudian proses-proses berikutnya meliputi asimilasi, akomodasi, organisasi, keseimbangan dan penyeimbangan.

Skema dalam teori Piaget, aksi atau representasi mental yang mengorganisasikan pengetahuan. Skema-skema bayi disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang diterapkan pada objek-objek tertentu seperti menyusu, melihat dan menggenggam.
Proses penting yang kedua adalah asimilasi, asimilasi menurut Piaget adalah penggabungan informasi baru ke dalam pengetahuan yang ada. Bayi-bayi yang baru lahir secara refleks akan mengisap setiap benda yang menyentuh bibir mereka; mereka mengasimilasi semua benda ke dalam skema menyusu mereka, sedangkan akomodasi adalah pembentukan skema agar sesuai dengan informasi dan pengalaman baru, dengan mengisap objek-objek yang berbeda mereka mempelajarai hal-hal seperti rasa, tekstur dan bentuk, maka setelah memiliki pengalaman beberapa bulan, mereka membentuk pemahaman yang berbeda terhadap dunia. Untuk lebih jelasnya lagi pemaparan di atas dapat dilihat dalam bentuk peta konsep di bawah ini,



Perkembangan kognitif Piaget membagi kedalam empat tahapan, yaitu tahapan Sensorimotor 0 – 2 tahun, Praoperasional 2 – 7 tahun, Operasional Konkret 7 – 11 tahun dan operasional formal 11 tahun hingga masa dewasa. Semua tahapan perkembangan kognitif di atas sangat penting untuk diketahui, namun dalam assesmen ini akan berfokus kepada usia sekolah dasar (SD), yaitu tahapan Opersonal Konkret usia 7 sampai dengan 11 tahun untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan, hambatan dan kebutuhan anak dalam perkebemangan kognitifnya.

1.    Karakteristik Umum Usia Anak Sekolah Dasar
Perkembangan adalah suatu kemajuan atau pergeseran kondisi yang dapat dilihat secara faktual maupun yang bisa dilihat dari dampak yang ditimbulkan dari pengaruh perkembangan itu sendiri baik perkembangan secara kuantitatif yaitu pertumbuhan fisikly, maupun perkembangan secara kualitatif yang ditandai dengan kemampuan secara mental.
Banyak pernyataan dari para ahli mengenai perkembangan, diantaranya pendapat Syamsu Yusuf (2002:15) menyatakan bahwa
”perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami oleh individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturition) yang berlangsung secara sistematis, progresif dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah).”
Kemudian Jean Piaget, dalam buku perkembangan anak dan remaja yang disusun oleh Syamsu Yusuf (2002 : 4)
”Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam konsep fungsi dan struktur. Konsep Fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang atau kecenderungan biologis untuk mengorganisasikan pengetahuan ke dalam struktur kognisi. Sementara struktur merupakan interelasi (saling berkaitan) sistem pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah-laku inteligensi”

Perkembangan dibagi menjadi beberapa aspek seperti: (a) Perkembangan Fisik Motorik; (b) Perkembangan Kognitif; (c) Perkembangan Emosi-Sosial; (d) Perkembangan Bahasa; dan (e) Perkembangan Etika-Moral

a.    Perkembangan Intelektual
Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan menghitung).

Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak,maka sekolah dalam hal ini guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan oleh guru, membuat karangan, menyusun laporan.
b.    Perkembangan Bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata ,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-nilai moral atau agama.

Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
1)    Proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
2)    Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak

Dengan dibekali pelajaran bahasa di sekolah, diharapkan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk :
1)    Berkomunikasi dengan orang lain
2)    Menyatakan isi hatinya
3)    Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya
4)    Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat)
5)    Mengambangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.
c.    Perkembangan Sosial
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain).

Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan betanggung jawab.
d.    Perkembangan Emosi
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan (pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya emosinya sangatlah berpengaruh pada anak.

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Upaya yang dilakukan antara lain :
1)    Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan
2)    Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri
3)    Memberikan nilai secara objektif
4)    Menghargai hasil karya peserta didik

e.    Perkembangan Etika/Moral
Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga. Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan konsep benar-salah atau baik-buruk.

f.    Perkembangan Penghayatan Keagamaan
Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut
Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian
1)    Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara asional berdasarkan kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai manifestasi dari keagungan-Nya.
2)    Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.
3)    Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya.

g.    Perkembangan Motorik
Seiring dengan perkembangan fisiknya yang beranjak matang maka perkembangan motorik anak sudah terkoordinasi dengan baik

Sesuai dengan perkembangan fisik (motorik) maka di kelas-kelas permulaan sangat tepat diajarkan :
1)    Dasar-dasar keterampilan untuk menulis dan menggambar
2)    Keterampilan dalam mempergunakan alat-alat olahraga
3)    Gerakan-gerakan untuk meloncat, berlari, berenang, dsb.

Baris-berbaris secara sederhana untuk menanamkan kebiasaan, ketertiban dan kedisiplinan.

B.    HAMBATAN PERKEMBANGAN USIA ANAK SEKOLAH DASAR
Karakteristik peserta didik yang muncul dilihat dari empat aspek penyebab hambatannya, yaitu:
a.    Hambatan Aspek Fisik
1)    Fisio (Fungsi)
a)    Fungsi Penglihatan
b)    Fungsi Pendengaran
c)    Fungsi Gerak;
  • Tremor,
  • Kelayuan/kekuatan
  • Keseimbangan
2)    Fisik (Impairment/kerusakan)
a)    Kerusakan organ penglihatan
b)    Kerusakan organ pendengaran
c)    Kerusakan organ gerak
b.    Hambatan Aspek Sikap
1)    Attention Deficit Disorder (ADD)
ADD diartikan sebagai hambatan pemusatan perhatian, karakteristik yang muncul adalah mudah beralihnya perhatian dari objek satu ke objek yang lainnya, karakteristik ini kadang-kadang dapat menarik diri karena tidak dapat menyesuaikan dengan objek secara konsentrasi, tetapi ADHD adalah sebaliknya.
2)    Attention Deficit Hiperaktif Disorder (ADHD)
Gangguan pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (yang selanjutnya akan disebut ADHD), adalah pola tetap tidak adanya konsentrasi dan/atau hiperaktivitas dan impulsivitas yang lebih sering dan lebih parah dari umumnya anak pada usia perkembangan tertentu. Biasanya gangguan yang  termasuk ke dalam eksternalisasi ini mulai tampak sejak bayi, kanak-kanak, atau remaja, dan lebih banyak terjadi pada anak laki-laki.

c.    Hambatan Aspek Kecerdasan
Dilihat dari teori normalitas dengan menggunakan kurva normal aspek kecerdasan dibagi menjadi tiga aspek, di bawah normal, normal, dan di atas normal, yaitu:
1)    Kecepatan berpikir tinggi
2)    Slow Leaner
3)    Hambatan Perkembangan Kecerdasan

d.    Hambatan Aspek Jender
Kesetaraan Jender adalah kesamaan hak, kewajiban, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan.
1)    Laki-aki
Karakteristik yang muncul pada anak laki-laki adalah fisiknya merasa lebih kuat, sikapnya keras, dan lain-lain.
2)    Perempuan
Karakteristik anak perempuan lebih cenderung bersikap lembut dianggap lemah oleh laki-laki. Dari perbedaan karakteristik di atas maka kegiatan di sekolah lebih cenderung di dominasi oleh anak laki-laki

Perbedaan perilaku individu tergantung pada latar belakanggya, mengapa muncul karakteristik yang berbeda-beda. Latar belakang penyebabnya dibagi menjadi dua bagian, baik penyebab instrinsik karena bawaan sebelum dan ketika lahir, sedangkan penyebab ekstrinsik adalah setelah lahir, dan lingkungan sangat kuat mempengaruhi hambatan maupun potensi perkembangan. Dalam melihat potensi dan permasalahan karakteristik yang muncul dalam perilaku peserta didik perlu melakukan Asesmen, dan kemudian dalam tindak lanjutnya adalah dilakukan intervensi.

C.    TREATMENT/PENANGANAN
Langkah-langkah kegiatan dalam penanganan hambatan belajar maka harus melakukan:
a.    Identifikasi
Identifikasi adalah proses awal untuk melihat karakteristik yang nampak secara kasat mata yang ditimbulkan dari hambatan fisik, perilaku, kecerdasan, dan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, seperti berapa orang anak yang mengalami hambatan perkembangan fisik, berapa orang anak yang mengalami hambatan perkembangan sikap, berapa orang anak yang mengalami hambatan perkembangan  kecerdasan, dan berapa orang anak yang mengalami hambatan belajar diakibatkan dari perbedaan jender.
b.    Asesmen
Assesmen adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis dalam mengumpulkan infomasi mengenai kemampuan, hambatan maupun kebutuhan anak sebagai dasar penyusunan program intervensi atau pembelajaran,

Secara rasional bahwa pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik, berkaitan dengan pernyataan tersbut maka assesmen penting dilakukan oleh guru, karena mengetahui kemampuan, hambatan maupun kebutuhan anak tidak cukup hanya hasil dari pengamatan saja, tetapi harus dicari dan ditemukan akar permasalahan yang sebenarnya secara komprehensif.
c.    Intervensi
Intervensi yang dapat dilakukan secara umum di sekolah dasar adalah memberikan aksesibilitas, baik akses fisik, sikap, kecerdasan, dan jender. Sedangkan intervensi aksesibiilitas secara khusus diantaranya adalah:
1)    Penempatan Duduk Peserta Didik
Ada jargon bahwa “tempat duduk menentukan prestasi”. Dalam hal ini sangatlah tepat ketika anak mengalami hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, fostur tubuh yang pendek maka ditempatkan duduk di depan, hambatan sikap yang hiper aktif berikan tanggung jawab seperti menjadi ketua kelas, atau ketua kelompok, agar tidak menjadi hambatan belajar, berikan tugas tambahan pengayaan dan pendalaman materi bagi anak yang kecerdasannya tinggi.
2)    Intervensi Hambatan Perkembangan khusus
Proses pembelajaran semasih dapat diikuti oleh anak yang mengalami hambatan perkembangan maka dapat dilaksanakan secara klasikal inklusive dengan peserta didik lainnya, tetapi jika hambatan yang diakibatkan oleh  hambatan khusus yang tidak dapat diikuti, maka:
a)    Mendatangkan guru kunjung ke sekolah dari Resouce Centre untuk menangani hambatan khususnya
b)    Mendatangkan guru konsultan ke sekolah dari Resouce Centre untuk memberikan arahan kepada guru kelas
c)    Rekomendasi.
  • Psikolog
  • Terafis
  • Resouce Centre

KRITERIA DIAGNOSTIK
GANGGUANG PEMUSATAN PERHATIAN / HYPERAKTIF
GPPH
(DSM IV 1994)

A.    Salah satu dari (1) atau (2) kriteria tersebut di bawah:
(1)    Enam (atau lebih) gejala inatensi berikut telah berlangsung 6 bulan atau lebih pada tingkat sampai mengganggu penyesuaian diri dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan.
Inatensi (tidak memusatkan perhatian, tidak menyimak)





(2)    Enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-impulsivitas berikut telah berlangsung sekurangnya 6 bulan pada taraf mengganggu penyesuaian dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.



B.    Klasifikasi
1.    Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, jenis kombinasi; bila kriteria A1 dan A2 dipenuhi selama 6 bulan terakhir
2.    Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas terutama jenis inatentif. Jika kriteria A1 dipenuhi tetapi kriteria A2 tidak dipenuhi selama 6 bulan terakhir.
3.    Gangguan defisit atensi/hiperaktivitas, terutama jenis hiperaktif-impulsif. Jika kriteria A2 dipenuhi namun kriteria A1 tidak dipenuhi selama 6 bulan terakhir

C.    Kesimpulan
Setelah melakukan diagnosis atau observasi langsung maupun wawancara dengan guru kelasnya, karena harus melihat minimal 6 bulan yang lalu, yang hasilnya terpenuhinya 7 point kriteria A1 dan 3 point di kriteria A2, maka diindikasikan atau kecenderungan Subjek penelitian mengalami Inatensi atau gangguan pemusatan perhatian yang tidak disertai hiperaktivitas.(klasifikasi poin 2)

Referensi/Sumber
MIF Baehaqi, Sugiarmin. (2008) Memahami dan Membantu Anak ADHD. Aditya: Bandung.
John W Santrok. (2007) Perkembangan Anak Edisi 11. Erlangga Jakarta
http://12029ma.blogspot.com/2013/05/gangguan-pemusatan-perhatian-dan.html
http://infopsikologi.com/5-teknik-berlatih-konsentrasi-untuk-anak-dengan-adhd-gangguan-pemusatan-perhatian/
http://evie4210.blogspot.com/
Lumbantobing, S.M. (1997:76)
http://www.lpmpjabar.go.id/index.php/rubrik/artikel/193-memet




PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK

PENDAHULUAN
Pada masa sekarang, masa dimana globalisasai tidak bisa dihindari, akan tetapi dengan adanya perkembangan zaman itulah yang harus diterima dengan cara memfilter (menyaring) apa yang seharusnya dipilih untuk menyelesaikan  masalah bersama.
Proses belajar itu sendiri merupakan hal yang sangat penting, dimana proses tersebut terjadi di dalam pemikiran siswa. Keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan suatu implementasi dari keaktifan siswa di dalam kelas. Siswa dapat berperan aktif dengan cara melakukan aktifitas yang dapat mendukung proses belajar, diantaranya : dengan cara berdiskusi,membaca dan memahami materi  pelajaran, melaksanakan tugas-tugas yang diperintahkan guru atau mencari sumber-sumber materi lain yang sekiranya dapat membantu mereka dalam memahami pelajaran dan lain-lain. Hal tersebut dapat membuat siswa dilibatkan dalam proses belajar mengajar baik secara fisik maupaun mental.
Suatu keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam pencapaian prestasi belajar siswa tersebut. Hal ini dapat disimpulakan bahwa semakin siswa terlibat dalam proses belajar mengajar,  maka semakin besar pula pencapaian prestasi belajar akan didapat oleh siswa. Dengan Metode Investigasi kelomok ini yang melibatkan siswa sejak perencanaan baik dalam menentuan sub topic maupun cara mempelajarinya melalui investigasi.
Jadi dalam investigasi ini siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada siswa (Setiawan, 2006:7). Oleh karena itu, dalam makalah ini dijelaskan sebuah model pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh guru dalam mengembangkan model pembelajaran dengan kajian teori tentang “Model Pembelajaran Investigasi Kelompok”.
RUMUSAN MASALAH
Dari pemaparan pendahuluan di atas, maka penulis merumuskan masalah, sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan  model pembelajaran investigasi kelompok?
2.    Bagaimana tahap-tahap pembelajaran model investigasi kelompok?
3.    Apa saja kelebihan dan kelemahan model pembelajaran investigasi kelompok?
4.    Bagaimana Contoh Pembelajaran Matematika Dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok?
     
MODEL INVESTIGASI KELOMPOK
Investigasi secara bahasa adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta, melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dan sebagainya (KBBI online, 2008). Sementara investigasi matematika adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong suatu aktivitas percobaan (experiment), mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu pola, membuat dan menguji kesimpulan/dugaan (conjecture) dan jika dapat pula sampai membuat suatu generalisasi (Bastow, et.al., 1984).
Menurut Mulyana (2008:140), model investigasi kelompok, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
Model investigasi kelompok melibatkan siswa dari perencanaan,mulai dari menentukan sub topic maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntuk siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan dalam proses kelompok. Pada model investigasi kelompok ini siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa secara acak. Setelah itu setiapkelompok memilih topic yang akan dipelajari,lalu melakukan investigasi pada sub topic mulai dari menelaah materi,mengerjakan,lalu melaporkan hasil yang telah diperoleh setelah berdiskusi secara berkelompok.
Menurut Winaputra (2001:75) dalam model investigasi kelompok terdapat tiga konseputama yaitu : penelitian atau inquiri,pengetahuan atau knowledge, dan dinamika kelompok atau the dynamic of the learnig grup. Penelitian disini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukan suasana yang mengambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling saling bertukar pengalaman melalui proses saling berargumentasi.
Menurut Daniel (2008:1), Investigasi kelompok termasuk empat komponen penting, yaitu: investigasi, interaksi, interpretasi dan motivasi intrinsik. Investigasi mengacu pada kenyataan bahwa kelompok fokus pada proses bertanya tentang topik yang dipilih. Interaksi merupakan ciri dari semua metode pembelajaran kooperatif, yang diperlukan bagi siswa untuk mengeksplorasi ide-ide dan saling membantu belajar Interpretasi terjadi ketika kelompok mensintesis dan menguraikan temuan dari setiap anggota dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kejelasan ide. Akhirnya, motivasi intrinsik dibangkitkan pada siswa dengan memberikan mereka otonomi dalam proses investigasi.
TAHAP-TAHAP PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK
Menurut Slavin (2008:218) dalam investigasi kelompok para siswa bekerja melalui enam tahap. guru tentunya perlu mengadaptasi pedoman-pedoman ke enam tahap investigasi kelompok sesuai dengan latar belakang umur, dan kemampuan para siswa. Enam tahap dalam pelaksanaan investigasi kelompok yaitu :
Tahap 1 : mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok
1.Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topic dan mengkatagorikan saran-saran.
2.Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat hetrogen.
3.Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan.
Tahap 2 : merencanakan tugas yang akan dipelajari. Para siswa merencanakan bersama mengenai :
1.Apa yang akan kita pelajari?
2.Bagaimana kita mempelajarinya?
3.Siapa melakukan apa ?(pembagian tugas)
4.Untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasi topik ini?
Tahap 3 : Melaksanakan investigasi
1.Para siswa mengumpulkan informasi,menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
2.Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
3.Para siswa saling bertukar pendapat, berdiskusi,dan mengklarifikasi semua gagasan.
Tahap 4 : menyiapkan laporan akhir
1.Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
2.Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan kepada semua siswa.
3.Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasi rencana-rencana presentasi.
Tahap 5 : mempresentasikan laporan akhir
1.Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
2.Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.
3.Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukans ebelumnya oleh anggota kelas.
Tahap 6 : evaluasi
1.Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topic tersebut.
2.Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
3.Penilaian hasil belajar siswa.
Menurut Nurdin (2009) keberhasilan dari penerapan pembelajaran dengan model Group Investigation (Investigasi Kelompok ) dipengaruhi oleh factor-faktor yang kompleks, diantaranya :
1.        Pembelajaran berpusat pada siswa
2.        Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerja sama dan berinteraksi antar siswa dalamkelompok tanpa memandang latar belakang.
3.        Siswa dilatih untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi.
4.        Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai tahapakhir pembelajaran.
Sintak metode investigasi kelompok menurut Slavin (2008:218) yaitu:
1.           Mengidentifikasikan topic dan mengatur murid ke dalam kelompok. Siswa memilih sun topic tertentu dalam bidang permasalahan umum yang biasanya ditentukan guru. Selanjutnya siswa diorganisasikan ke dalamkelompok kecil yang berjumlah 4 sampai 5orang siswa.
2.             Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas,dan tujuan pembelajaran yang sesuai dengan sub topic yang telah dipilih.
3.             Melaksanakan investigasi
Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data,dan membuat simpulan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, serta siswa saling bertukar pikiran.
4.             Menyiapkan laporan akhir.
Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dariproyek mereka. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan bagaimana mereka akan membuat presentasi. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia untuk mengkoordinasi rencana-rencana presentasi.
5.             Mempresentasikan laporan akhir.
Penyajian kelompok pada keseliruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian, kelompok lain terlibat aktif sebagai pendengar, dan pendengar memberikan tanggapan.
6.             Evaluasi
7.             Guru dan siswa mengkolaborasi dan mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilakukan.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK.
Menurut Santoso (2011), dalam pemanfaatan model pembelajaran investigasi kelompok terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan sebagai berikut :
Kelebihan
1.             Dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berpikir mandiri, kritis,kreatif,reflektif,dan produktif.
2.             Dapat melatih siswa untuk mengembangkan sikap saling memahami dan menghormati.
3.             Dapat melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi.
4.             Dapat menumbuhkan sikap saling bekerja sama antar siswa.
Kekurangan
1.             Merupakan modelpaling kompleks dan paling sulit dilakukan dalam proses belajar mengjar.
2.             Dalam pelaksanaannya membutuhkan waktu yang relative lama.
3.             Sulit diterapkan apabila siswa tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
HAKIKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Secara etimologis kata “Pembelajaran” adalah terjemahan dari bahasa inggris “instruction”. Kata pembelajaran itu sendiri merupakan perkembangan dari istilah belajar-mengajar atau proses belajar-mengajar yang telah cukup lama digunakan dalam pendidikan formal(sekolah).
Matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdiknas, 2008). Sehingga pembelajaran matematika merupakan sebuah proses interaksi guru, siswa dan sumber belajar dalam sebuah lingkungan belajar untuk memepelajari matematika atau bilangan secara lebih mendalam.
Pembelajaran matematika di sekolah dasar mempunyai tujuan agar siswa memahami konsep. Selain pemahaman konsep penalaran merupakan tujuan yang harus dikembangkan di sekolah dasar adalah penalaran induktif diamana siswa mengkaji hal-hal bersifat umum.
HUBUNGAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KONSEP PEMAHAMAN SISWA.
Untuk menguasi pemahaman konsep matematika yang diajarkan kepada siswa bukan hanya bergantung pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana matematika diajarkan.
            Strategi pembelajaran matematika haruslah dapat memancing siswa untuk dapat berpikir lebih tinggi dan kreatif untuk meningkatkan tingkat pemahaman, memecahan masalah matematika itu sendiri maupun kaitannya dengan ilmu pengehtahuan lain dan menumbuhkan rasa percaya diridan ketertarikan siswa terhadap matematika sehingga tumbuh sikap keingintahuan yang positif terhadap matematika.
Dari hal itu pergeseran paradigm pendidikan memecahan suatu model pembelajaran yaitu investigasi kelompok. Kegiatan belajar akan bermakna jika siswa lebih aktif dan materi yang diperoleh dalam proses pembelajaran dikembangan berbeda sehingga lebih mudah dipahami seperti apa yang diuraikan dalam teori yang mendukung pembelajaran model investigasi kelompok.
            Melalui model ini siswa tidak hanya hanya sebagai pendengar saja tetapi siswa mampu memberikan jawaban akhir untuk menyelesaikan soal dengan cara yang berbeda untu menemukan konsep dengan caranya sendiri, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Melalui model ini siswa tidak hanya sebagai penonton dan guru bukan hanya memberikan jawaban ahir untu menyelesaikan soal kepada siswa, tetapi guru berperan sebagai pengatur agar siswa mampu berpikir sendiri dan memecahkan masalah yang dihadapinya dan menemukan sendiri konsep matematikadan apliasinya kemudian guru memberian arahan agar tida terjadi salah pemahaman konsep sehingga guru sebagai fasilitator. Dengan demiian pembelajaran dengan menggunakan model investigasi kelompok pada mata pelajaran matematika dianggap mampu meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa.
MPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL INVESTIGASI KELOMPOK
Siti Maesaroh (Narudin, dalam Irma, 2009) mengemukakan hal penting untuk melakukan metode Investigasi Kelompok adalah:
1.        Membutuhkan Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, para siswa mencari informasi dari berbagai sumber baik di dalam maupun diluar kelas. Sumber-sumber seperti (bermacam buku, institusi, orang) menawarkan sederetan gagasan, opini, data, solusi, ataupun posisi yang berkaitan dengan masalah yang sedang dipelajari. Kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja. 
2.        Rencana Kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalh mereka, sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa dan bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka dalam kelas.
3.        Rencana Kooperatif
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok.
Adapun implementasinya sebagai berikut:
PERENCANAAN
Kaufman (Harjanto 2006:2, dalam Erliani, 2010) mengatakan: perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan abash yang bernilai, di dalamnya mencakup elemen-elemen:
1.        Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan kebutuhan.
2.        Menentukan kebutuhan-kebutuhan yang perlu diprioritaskan.
3.        Spesifikasi rinci hasil yang dicapai dari tiap kebutuhan yang diprioritaskan.
4.        Identifikasi persyaratan untuk mencapai tiap-tiap pilihan.
5.        Sekuensi hasil yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang dirasakan.
6.        Identifikasi strategi alternatif yang mungkin dan alat atau tools untuk melengkapi tiap persyaratan dalam mencapai tiap kebutuhan, termasuk di dalamnya merinci keuntungan dan kerugian tiap strategi dan alat yang dipakai.
  Dalam merencanakan kegiatan pembelajaran Matematika dengan model pembelajaran investigasi kelompok, guru harus membuat RPP dengan model investigasi kelompok. Guru dapat mencari sumber-sumber tentang model pembelajaran investigasi kelompok.  Untuk merencanakan atau menyusun RPP menggunakan model investigasi kelompok perlu memperhatikan tahap-tahap investigasi kelompok.
PELAKSANAAN/PROSES PEMBELAJARAN
Dalam investigasi kelompok, para siswa bekerja melalui enam tahap, yaitu:
1.      Mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok
·      Siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan.
·      Siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki.
·      Guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 5 sampai 6 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2.      Merencanakan tugas yang akan dipelajari
Siswa bersama-sama merencanakan tentang:
·      Apa yang mereka pelajari?
·      Bagaimana mereka belajar?
·      Siapa dan melakukan apa?
·      Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
3.      Melaksanakan investigasi
·      Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat kesimpulan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki.
·      Masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok.
·      Siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
4.      Menyiapkan laporan akhir
·      Anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proyeknya masing-masing.
·      Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya.
·      Wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
5.      Mempresentasikan laporan akhir
·      Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian.
·      Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar.
·      Pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. 
6.      Evaluasi
·      Siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya.
·      Guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan.
·      Penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
PENILAIAN
Dalam Penilaian pembelajaran investigasi kelompok, meliputi: penilaian proses belajar dan penilaian hasil belajar. Penilaian yang dilakukan dalam proses belajar model investigasi kelompok melalui pengamatan guru terhadap perilaku setiap siswa selama proses pelaksanaan pembelajaran investigasi kelompok. Penilaian hasil belajar dalam bentuk tes berupa tes tertulis.
PENUTUP
KESIMPULAN
Model investigasi kelompok melibatkan siswa dari perencanaan,mulai dari menentukan sub topic maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Model ini menuntuk siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun keterampilan dalam proses kelompok. Pada model investigasi kelompok ini siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa secara acak. Setelah itu setiapkelompok memilih topic yang akan dipelajari,lalu melakukan investigasi pada sub topic mulai dari menelaah materi,mengerjakan,lalu melaporkan hasil yang telah diperoleh setelah berdiskusi secara berkelompok.
Investigasi kelompok merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif,diskusi 

kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif. Hal penting untuk melakukan model investigasi kelompok, yaitu: membutuhkan kemampuan kelompok, rencana kooperatif dan peran guru. Dalam kelas yang melaksanakan proyek investigasi kelompok, guru bertindak sebagai narasumber dan fasilitator.
Dengan menggunakan model investigasi kelompok ini diharapkan guru atau calon guru dapat menanamkan di setiap pembelajaran tetapi dengan sesuai materi agar dapat tercapai tujuan pembelajaran yang menyenangkan dan harus diterapkan di mata pelajaran matematika agar siswa yang tadinya takut belajar matematika dapat belajar dengan cara berkelompok tetapi tidak menjadi ketergantungan dan dapat menganggap belajar matematika itu menyenangkan.
Dalam investigasi kelompok, para siswa bekerja melalui enam tahap. Berkaitan dengan implementasi model investigasi kelompok, dalam proses belajar-mengajar, pengajar dan siswa yang belajar melakukan serangkaian langkah-langkah pokok. Langkah tersebut dikembangkan berdasarkan tiga konsep utama yang menjadi ciri model investigasi kelompok, yakni: penelitian, pengetahuan dan dinamika belajar kelompok.
REKOMENDASI
Bagi guru atau calon guru, pembelajaran matematika dan pembelajaran lainnya diharapkan dapat menggunakan model pembelajaran yang bermacam-macam sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga siswa dapat belajar lebih aktif dan dilatih untuk bekerja sama dengan teman-temannya, dilatih untuk mengemukakan pendapatnya, dilatih untuk berani tampil didepan kelas sehingga lebih baik menggunakan model pembelajaran model investigasi kelompok.
PUSTAKA
KBBI online (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. [online] tersedia pada
HTUwww.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/UTH.
Daniel Zingaro. (2008). Group Investigation: Theory and Practice. [online]. Tersedia: http://www.danielzingaro.com/gi.pdf  [15 Februari 2014)
Erliani, Yanti. (2010). Pembelajaran Matematika dengan Model Pembelajaran Investigasi Kelompok. Skripsi: tidak diterbitkan.
Irma. (2009). Pembelajaran Kooperatif dan metode investigasi kelompok. [online].Tersedia:http://kuliahpunya.blogspot.com/2009/12/pembelajaran-kooperatif-dan-metode.html [ 16 Februari 2014].
Setiawan. (2006). Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Investigasi. Yogyakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Slavin, Robert E., Penerjemah: Narulita Yusron. (2010). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Bandung: Nusa Media.
Winaputra, Udin S.2011. Model Pembelajaran Inovatif. Jakarta :Universitas Terbuka
Tag : ARTIKEL